Jumat, 08 Februari 2013

RAHASIA PANJANG UMUR



Dalam kebudayaan Tiongkok, selama ribuan tahun, hukum sebab akibat selalu disebarkan dari mulut ke mulut dan tersebar luas di masyarakat.
Banyak sekali buku/ kitab kuno telah mencatat sejumlah besar contoh kasus yang bisa membuktikan kebenaran hukum sebab akibat, tetapi di tengah proses bagaimana melakukannya, malah sulit diterima dan dipahami oleh awam.
Siapapun tidak akan melihat hubungan tranformasi dari proses tersebut, semata-mata hanya bisa menyaksikan hasil dari sebab akibat itu sendiri.
Profesor bio-etika Stephen Post, dari Universitas Case Western Reserve AS, dan novelis Jill Neimark, dengan bertitik tolak pada sudut pandang ilmiah modern dan ilmu kedokteran, melakukan penelitian secara mendalam  terhadap perilaku beraneka ragam kebaikan manusia, sebenarnya dapat timbul hubungan yang bagaimanakah antara ‘memberikan’ dan ‘menerima imbalan’?
Mereka menyusun sebuah tabel pengukuran rinci dan secara jangka panjang melacak sejumlah orang yang senang memberi, mengategorikan setiap jenis ‘imbalan’ yang dihasilkan oleh ‘pemberian’ serta melakukan statistik fisik dan analisa psikologi, sehingga mengungkapkan ‘efek medis’ dan ‘indeks kebahagiaan’ yang ditimbulkan oleh ‘pemberian’: Orang yang ‘baik hati dan suka beramal’, perilaku kebaikan tersebut menimbulkan pengaruh yang sangat besar dan mendalam terhadap kesehatan fisik dan mental diri sendiri.
Selain itu penelitian mereka juga menyebutkan, walau hanya sebuah senyuman tanda mengerti kepada orang lain, atau menyampaikan sebuah ekspresi yang lucu dan bersahabat, perilaku sederhana semacam ini, akan menyebabkan peningkatan konsentrasi immunoglobulin dalam air liur. Setelah mereka menggabungkan 100 lebih hasil riset dari 40 lebih Universitas utama di AS, serta dikombinasikan dengan data yang ditampilkan oleh laporan percobaan hasil penelusuran mereka secara jangka panjang, mereka memperoleh berita yang mengejutkan:
Perilaku kebajikan manusia, seperti memuji, mengampuni, keberanian, humoris, respek, empati, kesetiaan dan lain-lain, pemberian dari perilaku-perilaku ini menunjukkan: “Rahasia konversi energi magis yang berada diantara pemberian dan penerimaan imbalan, yakni ketika seseorang berperilaku memberi, bersamaan dengan itu energi imbalan sedang melewati segala macam bentuk kembali kepada orang tersebut, hanya saja dalam banyak kasus, tidak disadari oleh orang tersebut....”        
Para ilmuwan yang meneliti dalam bidang neurokimia juga menemukan fenomena seperti ini: Ketika manusia berniat baik, serta berpikiran positif, dalam tubuh manusia akan mensekresi neurotransmitter yang bisa membuat sel-sel tubuh menjadi sehat dan sel kekebalan juga akan berubah menjadi aktif, maka orang tersebut tidak mudah terjangkiti penyakit, dengan kata lain, selalu memiliki pikiran lurus, sistem kekebalan tubuh manusia akan menjadi kuat. Sebaliknya ketika seseorang berniat jahat dan berpikiran negatif, maka yang ditempuh adalah sistem saraf yang berbalikan: yakni sistem negatif orang tersebut terangsang bergerak, sedangkan sistem positif orang tersebut terkekang, maka sirkulasi positif dalam fungsi tubuh bisa rusak.  
Sesungguhnya, dalam karya besar kitab medis Tiongkok kuno Huang Di Ne Jing pada 5.000 tahun silam sudah disebutkan:
Jika mentalitas/emosi seseorang, selalu dipertahankan dalam keadaan yang hambar dan tenang, pikiran jernih dan tidak galau, bisa mencapai tujuan zat memori energi murni dan ketenangan batin. Sesungguhnya, makna ketenangan itu sangat luas sekali, bukan semata-mata hanya diam tidak bergerak, melainkan merupakan pikiran dan perilaku dari manusia, ketika menerima benturan dari sebab eksternal, bisa mempunyai kelapangan dada untuk bermurah hati, serta pengertian, bukannya segera memasuki keadaan “bertempur” dan bersilat lidah. Penelitian dari ilmu pengetahuan modern menyatakan, setelah seseorang masuk dalam ketenangan, otak besarnya akan kembali pada keadaan gelombang otak saat masa kanak-kanak, sehingga membuat proses penuaan mendapatkan ‘pembalikan’ untuk sementara.     
Sebuah majalah di AS, pernah menerbitkan sebuah laporan penelitian yang berjudul Bad mood bisa menimbulkan unsur racun, sebagai berikut:
“Percobaan di laboratorium psikologis menunjukkan, niat jahat dari manusia, bisa menyebabkan perubahan materi kimia dalam tubuh fisik, timbul sejenis unsur racun dalam darah. Ketika seseorang dalam keadaan normal menghembuskan udara ke dalam segelas air es, yang menempel pada gelas itu adalah semacam materi transparan tak berwarna; Tetapi ketika orang tersebut dalam keadaan gusar, dendam, ketakutan, iri hati dan lainnya, materi yang terkumpul akan menunjukkan warna berbeda yang sangat jelas. Melalui analisa kimia dapat diketahui, pikiran negatif manusia bisa menimbulkan unsur beracun dalam tubuhnya.” 
Universitas Yale dan Universitas California AS, juga pernah bekerja sama untuk meneliti sebuah topik “Bagaimana hubungan sosial memengaruhi angka kematian manusia”. Peneliti mengambil 7.000 personil secara acak untuk melakukan survei penelusuran selama 9 tahun, studi statistik ditemukan, Orang yang senang membantu orang lain dan bisa rukun dengan orang lain, keadaan kesehatan tubuhnya dan panjang usia yang diprediksikan jelas lebih unggul daripada orang yang sering berniat jahat, berpandangan sempit, egois dan suka merugikan orang lain demi keuntungan diri sendiri. Alhasil angka kematian orang seperti ini 1,5-2 kali lebih tinggi daripada orang kebanyakan. Penelitian tersebut mendapatkan kesimpulan yang sama pada ras yang berbeda, status sosial yang berbeda dan kumpulan masyarakat yang memiliki kebiasaan berolah raga.       
Dilihat dari penelitian ilmiah yang selama ini ada, hukum sebab akibat sudah melampaui nilai orientasi hidup yang disarankan oleh teisme. Dari sisi lain, penelitian ilmiah ini juga telah membuktikan, keyakinan orang dahulu terhadap hukum sebab akibat, bukanlah dikarenakan pemikiran yang tertutup dan pandir, melainkan adalah karena pada zaman itu, merupakan pandangan dasar dari sekelompok besar orang terhadap kehidupan. Keyakinan mereka terhadap hukum sebab akibat, juga telah membuktikan pemikiran orang pada saat itu luas dan terbuka. Sikap keterbukaan ini menyampaikan kerendahan hati yang dipertahankan oleh kehidupan terhadap segala hal yang belum diketahui.
Karena keyakinan itu sendiri, adalah suatu sikap keterbukaan, maka dari itu mereka tidak akan mempergunakan pemikiran ekstrem dengan sesuka hati, untuk membuntu jalan keluar diri sendiri. Taraf pemikiran yang tercapai juga sangat mudah melepaskan diri dari belenggu niatan jahat. Efek yang ditimbulkan dari pemikiran yang terbuka, dengan sendirinya bisa merasakan keharmonisan diantara langit dan bumi.
Read more...Juga seperti yang dikatakan dalam buku kedokteran kuno ”Jika energi lurus selalu eksis, maka elemen negatif tak dapat menembus”. Dengan sendirinya manusia akan hidup sehat dan panjang umur.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar